Banding Ditolak, AKBP Fajar Resmi Dipecat Tak Hormat dari Polri atas Kasus Asusila Anak

Banding Ditolak, AKBP Fajar Resmi Dipecat Tak Hormat dari Polri atas Kasus Asusila Anak

Jakarta – Upaya banding yang diajukan oleh mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, atas putusan Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang menjatuhkan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH), akhirnya resmi ditolak.

Penolakan tersebut menandai bahwa putusan pemecatan Fajar telah inkrah dan kini hanya menunggu Surat Keputusan (Skep) dari Kapolri sebagai bentuk pemberhentian resmi dari institusi Polri.

Fakta ini diungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara Komisi III DPR RI dengan Polda NTT, Bareskrim Polri, Kejaksaan Tinggi NTT, dan Aliansi Perlindungan Perempuan dan Anak (APPA) NTT yang berlangsung di Ruang Komisi III DPR RI pada Kamis (22/5/2025).

Perbuatan Tercela yang Mengguncang Institusi

Menurut Kabid Propam Polda NTT, AKBP Muhammad Andra Wardhana, putusan PTDH terhadap AKBP Fajar dijatuhkan dalam sidang Komisi Kode Etik Polri pada 17 Maret 2025 di Mabes Polri.

“Perbuatannya dikategorikan sebagai perbuatan tercela. Ia langsung ditempatkan secara khusus dan dijatuhi sanksi PTDH,” ujarnya.

AKBP Fajar kemudian mengajukan banding. Namun, pada 15 Mei 2025, banding tersebut resmi ditolak oleh Komisi Banding. Dengan demikian, putusan etik diperkuat dan berlaku secara final.

Laporan dari Australia Picu Investigasi

Kasus ini pertama kali mencuat setelah Divhubinter Polri menerima laporan dari Kepolisian Federal Australia (AFP) terkait dugaan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur yang dilakukan AKBP Fajar. Video berisi konten asusila anak yang diunggah ke situs gelap (dark web) diketahui berasal dari Kota Kupang, NTT.

Karena yang bersangkutan adalah pejabat setingkat Kapolres, penanganan langsung ditarik ke Mabes Polri melalui Divisi Propam.

Dukungan Komisi III DPR RI: Tegas dan Tidak Pandang Bulu

Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, dalam forum tersebut menyampaikan apresiasi tinggi kepada Propam Polda NTT dan Divisi Propam Mabes Polri atas proses yang cepat, tegas, dan tanpa kompromi dalam menangani kasus etik yang sangat sensitif ini.

“Kami mendukung penuh keputusan PTDH terhadap AKBP Fajar. Ini adalah bukti bahwa institusi Polri serius dalam menegakkan kehormatan dan kepercayaan publik,” tegasnya.

Langkah tegas tersebut juga mendapat dukungan dari anggota Komisi lainnya yang menilai bahwa penegakan disiplin di tubuh Polri tidak boleh setengah hati, terutama jika menyangkut kejahatan terhadap anak.


Penolakan banding AKBP Fajar dan penguatan sanksi PTDH menandai babak baru dalam penegakan etik dan moralitas di tubuh Polri. Ini sekaligus menjadi sinyal kuat bahwa siapapun yang terbukti bersalah—tak peduli pangkat atau jabatan—akan tetap ditindak tegas demi menjaga marwah institusi dan memberikan keadilan bagi korban.