Bripka Hery Tena, Sosok Bhayangkara Sejati di Pedalaman NTT

Bripka Hery Tena, Sosok Bhayangkara Sejati di Pedalaman NTT

Di tengah derasnya sorotan publik terhadap institusi Kepolisian akibat berbagai kasus yang mencoreng nama baik Polri, masih ada secercah harapan. Harapan itu hadir lewat sosok Bripka Heribertus Tena, anggota Polres Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur.

Dikenal warga sebagai “Polisi Hery,” ia bukanlah perwira tinggi, bukan pula tokoh viral di media sosial. Namun kiprahnya yang penuh ketulusan dalam membantu masyarakat kecil menjadikannya simbol pengabdian Bhayangkara sejati.


Menyentuh yang Terpinggirkan

Tugas Hery sebagai Kepala Seksi Dokkes Polres Manggarai Timur sejatinya berfokus pada aspek kesehatan. Namun, pengabdiannya melampaui tugas formal. Ia menjadikan profesinya sebagai alat pelayanan nyata bagi warga yang terpinggirkan dan terlupakan.

Dengan gaji sederhana, Bripka Hery rutin menyisihkan penghasilannya untuk membantu mereka yang hidup dalam kekurangan. Ia membelikan kursi roda bagi warga lumpuh, membayar pemasangan meteran listrik bagi janda tua yang tinggal sendirian, bahkan membantu biaya pengobatan anak-anak dengan penyakit serius.


Dari Rumah Gelap ke Terang

Salah satu kisah yang menyentuh adalah tentang Maria Nida, seorang janda renta yang tinggal sendiri di Dusun Terong, Desa Rengkam. Rumah kecilnya gelap setiap malam karena tak memiliki listrik. Polisi Hery kemudian membayar pemasangan meteran listrik dan mengupayakan agar Maria menjadi pelanggan gratis dari PLN.

Sejak saat itu, rumah Maria tak lagi gulita. Ia bisa menyalakan lampu saat Natal untuk pertama kalinya dalam hidupnya—sebuah momen haru yang tak akan terlupakan.

Hal serupa juga terjadi pada Martha Idut, janda tua di Dusun Marukure. Sejak anaknya merantau 15 tahun lalu, ia hidup sendirian. Kini rumahnya terang berkat pengorbanan dan perhatian tulus dari Polisi Hery.


Membuka Akses, Menumbuhkan Harapan

Tidak hanya soal listrik, Bripka Hery juga membantu warga dalam hal administrasi dan layanan dasar. Seperti Elisabeth Jaok, seorang gadis tunanetra dari Desa Bamo yang tak bisa sekolah karena tak memiliki dokumen kependudukan. Bripka Hery turun tangan memfasilitasi perekaman KTP dan Kartu Keluarga agar Elisabet bisa mengakses bantuan pemerintah.

Ia juga membantu Andreas, seorang bocah penderita higroma colli—kelainan bawaan di leher. Saat keluarganya sudah menyerah karena biaya pengobatan yang mahal, Bripka Hery menggalang dana secara daring dan membawanya ke rumah sakit untuk menjalani operasi. Kini Andreas sehat dan bisa bermain seperti anak-anak lainnya.


Melayani Bukan untuk Dilihat

Tak ada sorotan kamera. Tak ada publikasi resmi. Apa yang dilakukan Bripka Hery selama ini murni lahir dari hati yang ingin menolong sesama. Ia menempuh medan berat, menyeberangi bukit dan sungai, hanya untuk menjangkau satu-dua warga yang membutuhkan bantuan.

Ia tak menunggu instruksi atau anggaran. Ia bergerak karena empati. Karena percaya bahwa tugas polisi bukan hanya menegakkan hukum, tetapi juga melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat—sebagaimana tercantum dalam konstitusi.


Harapan di Tengah Krisis Kepercayaan

Ketika kepercayaan masyarakat terhadap polisi sedang merosot, sosok seperti Bripka Hery menjadi pengingat bahwa masih ada polisi yang bekerja dengan hati. Polisi yang menjadikan seragamnya sebagai simbol pengabdian, bukan kekuasaan.

Masyarakat Manggarai Timur memujanya diam-diam. Mereka yang pernah dibantu, menyebutnya "malaikat dengan seragam." Bahkan ada yang berseloroh, "Polisi Hery sebaiknya jadi pastor saja."

Lebih dari sekadar candaan, itu adalah bentuk penghargaan tertinggi dari rakyat kecil kepada seorang aparat yang benar-benar hadir untuk mereka.


Bukan Pangkat, Tapi Pengabdian

Sudah saatnya institusi Polri menaruh perhatian lebih kepada sosok-sosok seperti Bripka Hery. Apresiasi layak diberikan kepada anggota yang bekerja senyap namun berdampak besar bagi masyarakat.

Jika setiap kantor polisi punya satu saja seperti Hery, maka kepercayaan publik yang kini goyah perlahan akan kembali tumbuh. Karena pada akhirnya, masyarakat tidak menuntut banyak dari polisi—mereka hanya ingin dilayani dengan hati.

Dan Bripka Hery telah membuktikan bahwa itu masih mungkin.