Kasus Pembunuhan di Nefosene: Dendam Politik dan Wanita Idaman Lain Sebabkan Tragedi
Tribratanewesntt.com, Kefamenanu - Kapolres TTU, AKBP Moh. Mukhson S.H., S.I.K., M.H memimpin langsung kegiatan konferensi pers di Mapolres TTU, Senin (18/9/2023). Konferensi pers dilakukan untuk menyampaikan ke publik terkait kasus pembunuhan yang terjadi di Nefosene, Desa Sone, Kecamatan Insana Tengah, Kabupaten TTU yang melibatkan pelaku Hubertus Kusi dengan korban Maria Imakulata Nabu pada Minggu, 23 Juli 2023 lalu.
Kapolres TTU pada kesempatan tersebut menjelaskan, bahwa kasus pembunuhan tersebut diketahui setelah adanya laporan dari seorang warga berinisial ML melalui Polsek terdekat bahwa telah ditemukan seseorang meninggal di dalam sumur.
"Jadi setelah ada informasi dari saudara ML bahwa telah ditemukan seseorang di dalam sumur maka HK (suami korban) kemudian membuat laporan polisi atas kejadian tersebut, pada Minggu 23 Juli 2023 sekira pukul 07.00 wita" ungkap Kapolres TTU AKBP Mukhson.
Mantan Kasubbid Paminal Bidpropam Polda NTT ini menjelaskan, bahwa Hubertus Kusi yang adalah suami korban, setelah dilakukan proses penyelidikan dan penyidikan oleh Tim penyidik Satreskrim Polres TTU, ternyata adalah pelaku pembunuhan itu sendiri.
"Korban dari kejadian tersebut adalah seorang Ibu Rumah Tangga berinisial MIN dan pelaku pembunuhan adalah HK (suami korban) yang membuat laporan polisi atas kejadian ini di mana dalam proses penyelidikan dan penyidikan telah ditetapkan sebagai tersangka," ungkap AKBP Mukhson.
Menurut Kapolres TTU, dalam menjalankan aksinya, HK dibantu oleh pelaku lain berinisial LL. "Dalam menjalankan aksinya, HK dibantu oleh salah satu temannya bernama LL yang saat ini juga sudah ditetapkan sebagai tersangak dan telah ditahan", ujarnya.
Lulusan AKPOL 2004 ini menjelaskan, setelah menerima laporan polisi, pihal Polres TTU langsung mendatangi TKP pada saat itu, mengolah TKP dan membawa korban ke RSUD Kefamenanu untuk dilakukan visum et repertum.
Hasil dari visum et repertum, lanjut Mukhson, menunjukan bahwa ada pemukulan terhadap korban di mana terdapat luka pada beberapa bagian tubuh korban namun untuk membuktikannya pihak Polres TTU membuat surat permohonan autopsi ke RS Bhayangkara Kupang sehingga disetujui dan dilaksanakan autopsi terhadap jenasah oleh tim dokter RS Bhayangkara Kupang.
Berdasarkan hasil autopsi ditemukan bahwa tulang tengkorak korban remuk dan hancur hingga otak korban terpengal keluar.
Disampaikan Kapolres TTU, AKBP Mukhson, guna mengungkap kasus tersebut, Tim Penyidik Satreskrim Polres TTU telah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi di antaranya YDN yang pertama kali menemukan korban yang berada di dalam sumur, FT yang mengecek korban di dalam sumur serta dua anak korban masing-masing berinisial BA dan AK yang melihat kejadian di TKP.
Dikatakan, HK (suami korban) yang merupakan pelaku 1 adalah otak perencanaan pembunuhan yang dalam aksinya memukul korban di bagian kepala bagian atas menggunakan sebatang kayu Lamtoro sebanyak 2 kali. Sedangkan pelaku LL (pelaku 2) juga memukul korban di bagian kepala sebanyak 2 kali menggunakan sebuah kayu Lamtoro hingga korban jatuh tersungkur.
Usai memukul korban hingga meninggal, kedua pelaku kemudian mengambil korban yang sudah tak bernyawa dan menjatuhkannya ke dalam sebuah sumur dekat rumah korban.
"Jadi setelah kedua pelaku menghabisi nyawa korban, keduanya lalu membawa korban dan menjatuhkannya ke dalam sumur untuk mengalihkan alibi bahwa korban meninggal karena terjatuh ke sumur," ungkap AKBP Mukhson.
Menurut AKBP Mukhson, motif pembunuhan di balik kasus ini adalah adanya unsur dendam politik dari pelaku 2 serta adanya Wanita Idaman Lain (WIL) yang dimiliki oleh suami korban.
"Jadi modus pembunuhan ini adalah adanya unsur dendam politik dari LL yang beberapa waktu lalu mencalonkan diri sebagai calon anggota BPD desa Sone di mana menurut pelaku, saat itu korban tidak memilihnya. Sedangkan modus dari pelaku HK (suami korban) adalah adanya Wanita Idaman Lain (WIL)," jelas Mukhson.
Di akhir wawancara, AKBP Mukhson menjelaskan, akibat dari perbuatannya, para pelaku dijerat dengan pasal 44 ayat (3) UU RI nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, atau pasal 340 KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP sub pasal 338 KUHP jo pasal 55 ayat ke 1 KUHP lebih subsider pasal 351 ayat 3 KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dengan ancaman hukuman pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama 20 tahun penjara.